Minggu, 10 April 2016

ILDKB so, ukhuwah banget.



ILDKB so, ukhuwah banget.

            Tak sampai situ saja, UKI bergerak, organisasi islam ini juga mengikuti musyawarah kerja nasional – musykernas se-Indonesia dengan nama Ikatan Lembaga Dakwah Kampus berbasis Budaya atau biasa disingkat dengan ILDKB.
            Awal yang bagus untuk membuka jaringan secara luas. Mba Azimah, ketua UKI di masa itu, mencoba membuka pendaftaran siapa saja yang akan ikut mewakili UKI Ilbud ini dalam ILDKB tersebut. Tadinya belum siap dengan ini semua, tapi budget dari bidikmisi telah cair. Apa salahnya untuk melepas penat dan tilik kampus, istilah yang kugunakan dalam pengunjungan ke UNNES kali ini.
            Syeila, Rose, Aas juga ikut, tentunya mba Azimah sang leader perjalanan ini ikutan dong. Masa kita yang baru-baru ini dibiarkan merantau sendiri di daerah orang. Kita mau komunikasi sama sapa coba, hahay.
            Kebetulan mba Azimah tampak repot di musyker kammi yang juga sedang diadakan di balai kelurahan Karangwangkal, dekat kampus. Ini lagi, masa-masanya organisasi atau UKM-UKM sedang melakukan rapat besar-besaran, musyker atau musyawarah kerja untuk proker-proker yang akan dikerjakan pada periode selanjutnya.
            Aku juga anak kammi, tapi lumayan baru, untuk mau berlama-lama mendengarkan musyawarah-musyawarah tersebut. Sehingga dengan senang hati, aku dan Rose yang mengurus pembelian tiket ke Semarang nanti.
            “Mba Azim, lagi ramai ya di dalam. Ini, Cuma minta KTP atau KTM, terus sama budgetnya buat tiket pulang pergi Purwokerto-Semarang-Purwokerto.” pelanku, membuat yang di dalam nampak kepo dengan pembicaraan kami.
            Kemudian, dia menyerahkan semua yang aku jabarkan tadi. Dan untuk menghentikan kekepoan mereka, aku dan Rose pun pamit diri untuk segera ke stasiun.
            Di sana kami menjembreng KTP-KTP yang akan didaftarkan dalam pembelian tiket ini. Kemudian menulis satu demi satu lima orang yang terjembreng itu. Dengan senangnya, kami mendapatkan kursi di tempat yang sama. Dan tak ku tahu kenapa, aku mendapat kabar, dua ikhwan lainnya, ingin ikut bergabung dengan kita. Haduh, ke stasiun lagi, mengurus Ridwan dan Faizin, yang dengan sukarela mengawal kami sampai ke daerah banjir tersebut.
***
            Mengemat waktu, aku sudah bersiap akan diantar Abah ke stasiun. Dalam perjalanan, terdengar kabar, satu ikhwan itu belum ada yang mengantarkan. Entah, inisiatif Faizin sendiri, atau ada tawaran dari Dede, teman perempuan sasindo, akhirnya Faizin pun bisa sampai ke stasiun tepat waktu.
            Huh, sampai semua. Ku dapati mba Azimah, Syeila, Aas, dan Rose sudah menunggu kami di kursi tunggu. Dan datanglah Ridwan dan Faizin. Aku sedikit kaget, “Loh, Dede yang antar Izin?” buncahku melepas penasaran. Mereka mengangguk dan mesem-mesem tanda ampun tidak diapa-apakan oleh anak UKI. Ya, memang tak apa, hanya mengantar saja kan?
            Lengkap bertujuh, tiket juga sudah dibagikan satu-satu. Kemudian kami beraksi segera mencari gerbong yang dituju, tiga untuk angka yang tertera pada gerbong, dan kursi delapan belas, untuk kursi untuk lima orang akhwat yang akan menyatu ini. Dan terbagi dua kursi untuk Ridwan dan Faizin. Faizin berada dekat dengan kursi kami, namun, Ridwan terlempar pada gerbong yang lain. Hahay, belajar mandiri ya. Haha.
            Kami sudah mengambil posisi PeWe masing-masing. Kemudian tak ada satu pun yang berbicara kala magrib itu datang kepada kami. Kami seakan serempak membaca al-matsurat dan al-qur’an serempak di dalam setasiun. Serempak membaca dalam hati maksudnya. Nanti ganggu kalau baca bareng-bareng, hehe, bisa-bisa kena omel, atau macam lainnya.
Setelah itu melempar candaan khas anak-anak UKI, “Eh, ukhti-ukhti, pop mie ga lewat-lewat ya ..” kataku, sedari tadi cacing-cacing dalam perut ini mulai demo minta makan. Yang lewat sana-sini Cuma teriak, “Kopi panas-kopi panas.” Dan pop mie nya kapan. Hahay, ternyata tidak hanya aku saja yang mengalami demo cacing ini, yang lain juga, “Iya nih, mana pop mie- mana pop mie?” gurau kami lagi, sambil membayangkan ada pelayan pop mie lewat dan memberikan pop mie itu pada kami. Tapi, lama kami menginginkan pop mie tak kunjung yang ditunggu itu datang.   
            Sampa lima jam perjalanan Purwokerto-Semarang, dan tepat tengah malam, jam satu dini hari kami sampai di stasiun Tawangmangu. “Nanti temen-temen UNNES ada yang jemput, ni kata mereka lagi dalam perjalan.” tenang mba Azimah. Dibalut demo cacing sedari tadi. Kami langsung protes, “Tadi kenapa pop mie ga lewat-lewat ya ..”
            Hahay, ga konsen karena memang kalau orang dimintai haknya dengan demo-demo semacam ini, tidak enak ya. Apalagi presiden Jokowi yang setiap saat menuai demo dari para demonstran. Pasti lah, tak nyaman hati. Adakah cara lain yang lebih nyaman daripada mendemo, para mahasiswa? Hahay, aku tak sadar aku dimana.
            Mondar-mandir seorang pemuda membawa helm di tangannya nampak mencari-cari orang yang ada di stasiun. Kami tahu, dan kami memperhatikan mondar-mandirnya pemuda itu. Dia juga memakai jaket muslim negarawan, khas kammi yang sedari tadi memang mondar-madir. Kami yang penasaran, dia kah, teman UNNES yang akan menjemput kami pun hanya mengemat pemuda itu saja. Tanpa menegur takut dia salah orang.
            Ridwan dan Faizin asyik sendiri pergi entah kemana, eh, tau-taunya mereka datang dengan membawa dua pop mie, “Uileh, kita lagi kruyukan. Kalian tepat banget datengnya.” Tapi sang pemuda yang sedari tadi mondar-mandir itu seakan menemukan kami yang memperhatikan. Dan menemui kami, serambi bertanya, “Ini rombongan Unsoed?” sopannya. Dibalas ya secara serempak dan sumringah karena dia berhasil menemukan kami, hahay.
            Tak sempat makan pop mie, Izin dan Ridwan pun langsung ikut membonceng motor dengan pemuda dan temannya itu. Kami yang akhwat diantar menggunakan mobil oleh ikhwan yang lain, plus didalamnya juga ada akhwat UNNES yang menjemput kami. Sampai di mess atau penginapannya anak UNNES. Kami ditempatkan di dua kamar yang terpisah. Aku, Rose, Syeila satu kamar. Mba Azimah dan Aas di kamar yang lain. Huh, sampai, kami merebah lelah. Kemudian tragedi pop mie itu pun, sampai juga di Semarang.
            Hmmmh, terhirup oleh hidung kami, aroma yang sedari tadi ingin kami santap. Tapi lama menunggu di kereta, tak kunjung lewat yang diinginkan. Kemudian ketika kami diijinkan akan menyantap pop mie milik dua ikhwan kece itu, tak disangka yang sedang mencari kami pun menemukan kami yang mengemat-emat dirinya sedari tadi. Huh, gagal niat kami mendiamkan protesan masal dari sang pendemo perut ini. Dan di kamar sebelah, dalam mess kami, terhirup aroma itu, dan kesalnya, kami tak berani satu pun untuk meminta dan memebuhi keinginan si cacing ini. Dan sampai nanti matahari terbit dari timur, kami siap memburu, “POP MIE.”
            “Nanti setelah sarapan akan ada anak UNNES yang bakal jemput ya.” Ingatkan kawan baru kami, mba Yanti, kawan UNNES yang memang terlihat ramah dan enak diajak bercandaan. Kawan yang lain, dari UGM, UNS, UNY, UB, UNDIP, sampai dari Universitas Padang pun ada dalam musykernas ILDKB ini. Hahay, tak kira, nasional ini memang kumpulan orang, mungkin tambah kawan lain daerah, akan memudahkan kita dalam mencari tumpangan jika kita berkepentingan di daerah kawan kita, hahay.
            And than, sampai di Fakultas Bahasa dan Seni – FBS nya UNNES. Kami segera digiring ke aulanya FBS, dan duduk mendengarkan seminar hari pertama.
             Nampak semangat dibuka dengan lantunan ayat qur’an yang menggema dengan apiknya. Ee buset, subhanallah, pelantun qur’an itu ternyata anak yatim piatu yang masih kelas tiga dan dia berhasil menghafal seluruh isi qur’an beserta artinya. Subhanallah, makin jadi tamparan ya buat kita-kita yang sibuk menggemakan, “Untuk umat, untuk umat.” Namun tidak sama sekali memikirkan memberikan mahkota dan singgasana emas untuk kedua orangtua di akhirat nanti. Astagfirulloh.
            Dilanjutkan seminar motivasi dari Pak Shol, yang punya buku zero to hero, deadline your life, dan masih banyak lagi seri motivasi keluaran alumnus UNNES ini. And than, ya si, tergerak hatinya saat mengikuti motivasi, but, loyo setelah sang motivator itu melenggang jauh meninggalkan aula. Haha, motivasi itu dari diri sendiri, pasti tergerak sendiri untuk melakukan kehendak hati, so, motivasi diri sendiri menuju hal yang positif.
            Ditutup dengan teater kolaborasi berbagai UKM yang ikut andil dalam penyambutan kami. Dan kemudian, pulang ke mess dan istirahat. Bersiap untuk berpusing-pusing ria dalam musyawarah kerja nasional ILDKB esok hari.
            “Oh, okay, gini saja, besok temen-teman akan kita ajak jalan-jalan. Kalau memang mobilnya tidak bisa. Nyante saja, yang penting acara tetap berjalan lancar.” Terdengar suara akhwat sholi itu tengah berbicara di telpon. Rupanya ada satu kendala yang membuat para panitia UNNES itu memutar cara dan mendapatkan hasilnya. Beres.
***
            Tiga dini hari itu, kami dibangunkan untuk bergunduh-gunduh rasa. Untuk mengungkapkan sebenarnya apa sih, permasalahan yang dialami oleh lembaga dakwah di kampus masing-masing peserta ILDKB. Dan berusaha bersama memecahkan masalah tersebut.
            UGM memulai, “Iya, kalau di UGM sendiri, susah untuk memasuki dakwah. Pertama, kita sulit berdamai dengan anak-anak UGM pada umumnya. Tau sendiri kan FBS nya UGM, di kampus tengah malam pada genjreng-genjreng sambil pada bawa ciu, nah, paginya pasti botol-botol mereka berserakan di kampus, itu yang buat susah untuk amar ma’ruf nahi munkar di UGM.
            Ditambah lagi kita anak-anak Rohis UGM, susah banget buat masuk ke politiknya BEM di UGM, ya orang-orang seperti itu lah, yang punya visi yang sama dengan mereka, yang mereka rekrut dalam BEM tersebut. Contoh kecilnya aja, saat oprek panitia ospek, kita udah daftar, dan setelah dilihat riwayat organisasinya Rohis UGM, langsung ga ada yang lolos satu pun jadi panitia ospek.” Terangnya membuat kami yang baru saja merintis dakwah di FIB Unsoed itu pun tak habis pikir, susahnya akan seperti itu.
            Tak ada masalah rohis di UB dan UNS, hanya saja ketika kami ditanyakan masalah kami, aku segera menceritakan, “Ya itu, masalah kami itu pengkaderan. Merekrut ikhwannya itu susah banget. Dan sampai saat ini ketua UKI FIB itu perempuan. Dan alhamdulillah, dengan usaha keras akhwat FIB, kita mendapat sambutan dari empat ikhwan yang mau bergabung membela agama Allah ini.
            Terus, respon dari anak-anak yang kommen kerudung anak-anak UKI lebar-lebar ya .. nah, si Syeila ini, melakukan inovasi, biar pun kerudungnya lebar tapi masih dimodel mengikuti gaya kekinian, terus aku mah langsungan aja yang pantas menutup dada, ga ribet dan ga terlalu menjulur .. itu aja si.”
            “Wah, berat ya di UGM .. disabarin aja, dan ketika di dalam sudah kuat dan hatinya sama-sama menyatu, tunggu saja pasti Allah akan membantu. Terus yang buat Unsoed, jangan patah semangat. Masuk ke lini politik kampus, biar UKI FIB bisa menjadi meraknya UKI untuk menarik anak-anak FIB yang ada di sana.” Huh, Cuma gitu, kommen dari mediator. But, alhamdulillah dini hari itu, kami lanjutkan untuk istirahat ria lagi.
            Eits, kebiasaan mabit anak UKI pasti qiel bareng, maksudnya qiamul lail bareng, tahujatan bersama.
***
            Esoknya benar kiranya. Matahari menyinarkan vitamin penguatan. Kami akan berjalan-jalan ria, melihat pemandangan yang ada. Yeyey, sudah bersih, kece dan cantik. Cus, kita jalan-jalan.
            Melewati rumah-rumah warga yang berada di sekitar UNNES. Kemudian berselfie ria mengabadikan sebuah kesenangan baru. Terus berjalan, sambil bercanda ria. Dan perlahan, keringat-keringat yang mungkin kalau dirasa rasanya asin, hehe. Coba kali kalau ga asin, katanya mau meninggal. Hahay, percaya mitos aja, oh NO! Hehe.
            Kemudian melewati kampus ekonominya UNNES, yang kalian tahu, terdapat usaha-usaha milik mahasiswa, berupa butik, kemudian minimarket, dan lain sebagainya, yang merupakan bukti praktiknya anak ekonomi. Nah, Unsoed, lumayan lah sudah ada Bursa Kampus, milik anak ekonomi dan bisnis yang memang dilatih untuk mengembangkan usaha di sana.
            And than, berjalan terus sampai menemui masjid besarnya UNNES, masjid yang menjadi bangunan selamat datangnya kampus UNNES. Subhanallah, bangunan selamat datangnya saja, masjid sebagus ini, bagaimana isi dari mata kuliahnya ya, semoga tak melancong jauh dari bangunan selamat datang ini.
            Kami segera digiring untuk menuju aulanya anak teknik. Dan subhanallah lagi motivasi di bawah kata-kata fakultas teknik itu, Sciene without Religion is blind, Religion without sciene is lame.
            Sains tanpa agama itu buta, agama tanpa sains itu tak bisa dibuktikan. Jadi keduanya adalah harmoni. Dan saling melengkapi satu sama lain. Wah, jadi pengin melahap lagi isi al-qur’an dan menghubungkannya dengan sains atau kejadian real sekitar.
            Sesampai di sana. Sudah disambut dengan senyum ramah yang mengembang. Kemudian berbanyol-banyol ria untuk menuju agenda yang lebih serius lagi. Pemanasan. Masuk ke agenda awal adalah pemilihan presidium untuk memimpin jalannya musykernas. Yap, yap, yap .. tentunya perwakilan dari UNNES ada yang mewakili, kemudian ditunjuk dari Unsoed, dan terakhir ketua ILDKB nya sendiri, yang menegerti seluk beluk ILDKB akan dibawa kemana.
            Biasa, dimana-mana, di organisasi mana pun pasti yang dibahas pertama adalah Undang-undang organisasi, tata tertib, dan baru program kerja yang akan dilaksanakan. Yap, silakan lah yang suka berargumen ria, saya mah tak mengerti tentang urusan begituan. Saya hanya tahu EYD yang baik dan benar, ya mungkin seputar itu yang bisa saya luruskan. Hahay, ga enak banget ya, pakai saya-saya an biasanya juga pakai aku, hehe.
            And the last agenda, setelah berpusing-pusing ria membenahi kata yang ada dalam UU, tata tertib dan proker yang di save pada kopdar selanjutnya. Kami pun di ajak untuk mengelilingi UNNES dan bercengkrama dengan anak UNNES tersebut. Mantap. Berselfie ria yang hasilnya tak ku kira, anak ILDKB ternyata cantik-cantik. Hahay.
***
            Sudah dua hari, kami berada di UNNES. Dan hari ketiga ini sebenarnya tak banyak agenda yang akan kami kerjakan. Karena pembahasan tentang musykernas juga sudah akan pada prokernya, dan dalam pertemuan berikutnya atau kopdar – kopi darat di UNS dibahas proker ILDKB selanjutnya.
            Huh, cape nian. Tapi, not .. untuk hari terakhir. Waktunya kami untuk berwisata ria ke lawang sewu. Oh, know, tau kah kalian. Ternyata lawang sewu itu bekas stasiun belanda yang super keren arsitekturnya. Dengan perancangan bangunan yang tahan debit air berlebih. Sampai pendingin yang dibuat sealami mungkin, tanpa AC atau sudah adem untuk ukuran kota Semarang. Wah, tau kan, Semarang kaya gimana, puanase poll. Tapi di lawang sewu, terasa dingin.
            Bersamaan dengan wisata itu, bersamaan pula, anak-anak Unnes ILDKB mengantar kami untuk menuju terminal dan stasiun. Tapi perkiraan mereka salah, kami tidak pulang sedini itu. Tertera pukul lima sore, kereta yang kami pesan. And than, anak Univ lain udah pada pulang. Tinggal Unsoed sendiri yang kembali lagi ke Unnes. Tapi, tak masalah. Serambi menunggu kami seperti dibelikan makanan oleh anak-anak UNNES,
“Eh, ga enak ni .. ini kan ga termasuk anggaran. Aduh, udah dipesenin semua lagi. Gimana ni, ga enak nolaknya. Kalau mereka yang bayarin ya tekor kas mereka. Kita juga tahu gimana kempisnya kas organisasi.” Curah mba Azimah bisik-bisik. Takut, anak UNNES nya denger.
“Ya udah, iuran aja, pakai uang siapa dulu, yang kebetulan bawa banyak. Diem-diem kita pesenin juga ke mereka makanan, sekaligus kita bayarin semua. Gimana?” usul Rose yang memang dia lah orang yang membawa uang lebih itu. Semua setuju sambil berbisik, agar skenario ini bisa berjalan dengan baik. Haha, kaya apa aja.
Setelah drama itu berjalan dengan apiknya. Wah, kaya apa aja. Ukhuwah ini terbina dengan sangat indah. Mereka yang sudah ketar-ketir akan makanan kami yang bejibun, ditambah lagi kami memesankan makanan untuk mereka. Wah, mungkin bonjrot-bonjrot.
Kami tak sedikitpun memberi tahu mereka bahwa pesanan sudah dibayar semua. Segera kami meminta untuk dipesankan taksi. Dan tepat sekali, taksi itu datang ketika kami selesai makan, dan pesanan mereka baru datang. Kami pun berpamit ria, saling melepas kawan. Dan langsung menuju ke stasiun. Tak lama kemudian sebuah message masuk ke ponsel mba Azimah,
Subhanallah, ukhti. Kami tidak mengira akan ditraktir seperti ini. Padahal sebelumnya kami yang berniat akan mentraktir semua, tapi malah ukhti-ukhti ini yang menaktir kami. Terima kasih ya, ukh. Semoga menjadi amal jahriyyah dan mengikat silaturahmi kita. Salam ukhuwah, ILDKB UNNES
Subhanallah juga, wah, ukhuwah ini makin mengingatkanku untuk banyak bersilaturahmi. Tuhan menciptakan bermilyar-milyar orang. Masa kita yang juga ciptaannya tak bertegur sapa, hehe, intropeksi aja. Pulang.
            Dan tak terasa ya, udah mau UAS aja dan naik ke semester berikutnya. Okay, cerita kali ini cukup sekian dulu ya. Bakal ada cerita-cerita yang mesti kalian kepo ini, di novel KEPO KAMPUS. Dadadahhh ..
            Terima kasih telah membaca, telas.

Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.



Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.
           
Penat dalam kebimbangan. Dan pertanyaan mengapa harus mendanai hal itu membuat aku hilang semangat. Ini yang menyebabkan uang yang seharusnya masuk ke kas UKI beralih tangan masuk ke kas yang lain. Di sisi itu juga, kelas sasindo akan mengadakan sebuah acara malam puncak sastra Indonesia atau biasa disebut MUSASI.
            Tadinya bermodal uang sendiri untuk menjual air mineral di SBMPTN selanjutnya. Dibantu juga hampir enam belas pasukan yang tergabung dalam Usdan Musasi kali ini. Membuatku makin mengukuhkan koordinasi dan enak untuk diajak jualan bareng. Sedangkan di UKI kami hanya bertiga. Dan tidak akan berputar lancar jika yang lain tidak ikut membantu. Aku perlu sirkulasi SDM untuk memasok empat kantin Unsoed dalam satu waktu. Dan semuanya bisa terlaksana jika banyak yang membantu.
            Nah, enam belas itu, aku bagikan jadwal piket jualan. Tapi tidak untuk memasok chanai di kantin-kantin, keuntungan itu khusus untuk UKI. Tapi lupa terjalankan, karena lebih asyik mengkoordinir orang banyak daripada sedikit. Setiap hari aktif kuliah ada saja yang jualan. Dan merolling siapa-siapa yang seharusnya jualan. Jika tak habis kami, aku dan ketua Musasi yang turun tangan. Benar-benar suatu perjuangan jika kami yang menjadi tonggak berhasilnya suatu acara.
            Huh, kenapa tak profesional Ilsya. Aku terlihat semangat mendanai Musasi. Namun, terkesan loyo untuk UKI. Jelas, karena banyak yang dipertanyakan dan aku bingung harus mendanai organisasi yang mana. Yang aku mau, jika aku diamanahi untuk mencari dana untuk UKI ya UKI, bukan bercampur dengan organisasi lain, yang mungkin memang saudara sendiri. Dan di Musasi ini jelas, dana ini untuk Musasi itu. Bukan untuk atak-itik lain.
            Akh, sudah lah, aku tak mau menceritakan konflik ini. Pergulatan hati yang tiada habisnya. Aku lupa cara mendedikasikan hati itu bagaimana. Dan aku lupa cara melupakan sakit hati itu bagaimana. Yang aku tahu, aku berbuat sesuai nalarku, sesuai akal sehatku, terlepas ini tanggung jawab atau profesionalitas, tanyakan dulu, mengapa mendanai organisasi lain, jika awalnya tak profesionalitas, itu yang dinamakan amanah?
***
            Kali ini KOPKUN akan mengadakan sebuah rapat anggaran tahunan, yang akan dihadiri seluruh anggota koperasi yang tergabung dalam KOPKUN. Dalam kesempatan ini, aku diamanahi menjadi Humas atau bagian hubungan masyarakat.
            Pertama yang aku kerjakan adalah melobi tempat yang akan digunakan untuk rapat tahuan anggota tersebut. Ada tiga opsi, roedhiro, gedung Fisip, dan Graha Widya tama. Dua teman yang lain sudah survei harga tiga tempat itu. Eee buset, Graha Widya tama, tempat kita ospek hari pertama se-universitas itu, dibandrol dengan harga sewa tiga puluh juta per hari. Kemudian roedhiro, yang gedungnya milik fakultas ekonomi, di sana membahas tentang harga sewa berkisar tiga sampai empat juta dalam sehari. Otomatis, kedua gedung itu, terblacklist dari anggaran pengeluaran. Hahay.
            Kemudian mencoba survei harga sewa gedung Fisip. Kata bagian wadek 3 yang ngurusin administrasi penyewaan gedung, “Harga mahasiswa delapan ratus ribu, kalau dari luar mahasiswa ya bisa sampai tiga empat juta, sama seperti roedhiro.” terang ibu-ibu muda penuh ramah itu.
            Aku mendapat info itu, segera dalam rapat selanjutnya, aku berusaha hadir tepat waktu, ingin ku bahas apa yang sudah kuketahui. Namun, ketika aku yang kerja. Dan yang ditanya adalah koordinatornya, aku seakan bungkam dan tak ada hak untuk menjawab. Koor Humas pun seakan sudah tahu betul seluk beluknya. Kemudian, kenapa aku disuruh survei segala jika dia sudah tahu semuanya, dan dia menjelaskan semua info yang kusampaikan padanya. Memang sih tugas koordinator memang seperti itu, tapi apa salahnya sih, bertanya pada yang bekerja. Bukan bertanya pada yang tidak bekerja. Haduh, baper.
            Setelah itu, tak masalah aku yang mengurus lobi gedung, and deal, uang sewa juga sudah diserahkan. Kemudian tinggal menyebar undangan pada anggota koperasi seluruhnya yang ada di daerah Banyumas. Aku tak merasakan ini suatu beban, bahkan layaknya pengantar pos, aku berdendang dan berdehem dalam nada yang tak karuan, yang penting dibikin happy aja ga ada beban, biar sendiri mengantar banyaknya surat. Aku juga tak melupakan lembar ekspedisi surat itu, harus tertanda-tangani semua.
             Usai tugas humas ku di KOPKUN ku selesai, aku segera bergabung dengan teman-teman UKI ku di kampus putih tercinta. Mereka sedang bersiap untuk mengadakan sebuah kajian kemuslimahan. Dengan tema, andakah perempuan kreatif itu? Kemuslimahan adalah salah satu departemen yang ada di UKI, di kepalai oleh Syeila dan beranggotakan dua orang yang kesemuanya cukup solid dibanding departemen yang lain. Secara kemuslimahan diberi andil bebas dalam melaksanakan prokernya. Sedangkan kewirausahaan, bingung mendanai dua kegiatan di organisasi lain, bukan UKI tentunya, haha, sudahlah, jangan tanyakan kinerja kewirausahaan yang dengan kesatuan perintah yang terpecah belah itu, bagaimana hasil akhirnya.
            Kemuslimahan kali ini diisi dengan kajian kreatif, yaitu, membuat sebuah bross buket bunga dari kain perca. Lumayan, peserta yang hadir dalam proses kreatif tersebut. Aku yang hanya melihat-lihat, tak ikut berproses ria, kemudian pamit diri, untuk merehatkan tubuh ini. Capek, beraksi di dua organisasi sekaligus, habis KOPKUN kemudian UKI.
***
            Di KOPKUN sendiri, setelah pengukuhan komite di acara rapat anggaran tahunan, aku masuk ke dalam divisi media. Berbeda jauh dengan keinginan kewirausahaan yang terhempas oleh sesuatu yang tidak diketahui alasannya. Mereka tetap menyemangati, “Biarpun di media, masih bisa kok belajar kewirausahaan. Yang penting happy dan tetap semangat.” Motivasinya. Membuatku tak mengurungkan niatku untuk berkontribusi di KMK divisi media.
            Berkumpul bersama, membahas isu yang ada. Kami kepo akan Purwokerto, Unsoed, KOPKUN, pengusaha dan semua yang terjadi di sekitar perhatian kita. Kebetulan headline news pada KOPKUN corner kita nama media yang kita hasilkan, adalah koperasi itu sendiri. Pertama menulis tentang koperasi, aku membaca buku pelajaran IPS yang memuat tentang koperasi.
Hahay, literatur ku masih bacaan-bacaan sekolah yang memang disitu memuat banyak tentang koperasi. Ada bahasan tentang bung hatta, bapak pendiri koperasi di Indonesia. Dan lain sebagainya. Hahay, mungkin mahasiswa lain sudah hunting buku tentang koperasi di toko buku terkenal di kota satria. Tapi, aku mencari-cari yang sudah ada. Dan apa salahnya, buku-buku jaman putih abu-abu terbuka kembali, hahay.
***

Menolong Agama Allah



Menolong Agama Allah

            Sudah kuceritakan awal registrasi  SBMPTN aku bertemu dengan siapa. Seorang belia syar’i, dengan semangatnya merekrut orang-orang yang tergerak hatinya untuk menolong agama Allah.
            Ku kira Indonesia sudah sangat supel dengan agama Allah yang satu ini. Kenapa harus bertakut-takut ria untuk tidak mendapatkan pembela. Karena kau tahu, pembela itu tergerak dengan sendirinya tanpa kita memaksakan keyakinan. Memang aku islam, dan sedari kecil sudah kental dan berkenalan dengan segala yang menentramkan jiwa. Namun, bukan islam saklek lah yang aku ikuti. Aku berjilbab, namun, tidak menjulur ke seluruh tubuh ditambah cadar penutup wajah.
            Kau tahu, Indonesia ini tak se ekstrem wilayah-wilayah emirat yang memang sangat intim dengan semuanya. Wanita berbaju cerah tanpa cadar keluar tanpa muhrim saja, sudah di sebut siti rahmah, kau tahu siti rahmah itu apa, sebut saja perek jika kita ada di wilayah satria ini.
Akh, tak kupermasalahkan soal pakaian, karena aku juga memakai yang sewajarnya. Seusai syariat agama Allah, dan tak berlebihan dalam berdandan. Hanya BB cream simple dan Lips ice untuk menambah vitamin pada bibir ini. Masa muslimah nampak pucat ke sana ke mari. Kapan menariknya ya? Haha.
            “Hay, Assalamu’alaikum .. apa kabar?” sapa belia itu. Krudung segi empet sepinggang lah yang menjadi ciri khasnya, dia datang padaku, pada Rose, dan pada Syeila, dengan seramah-ramahnya.
            Serempak kami, “Wa’alaikum salam .. Alhamdulillah baik, mba ..” sumringah kami menyambut kedatangannya.
            Dia membawa sepucuk undangan berhias, hijau nian sampulnya, adem dibaca, dan berpersuasif ceria untuk mengajak kami menghadiri open house uki – unit kerohanian islam ilmu budaya. Ditambah dengan pita-pita pengikat lucu yang memaniskan undangan itu.
***
            Ada panggilan jam delapan untuk rapat pemplotingan pemanduan di Goen Tour, bersamaan dengan itu jam sembilan ada open house UKI Ilmu Budaya.
            Dua gaya khas ku kupadukan. Ber-jaket untuk menghadiri rapat Goen Tour, dan ber-rok untuk memenuhi undangan Open House. Aku berangkat, dan tak terburu karena sudah sedari pagi aku sudah bersiap-siap.
            Rapat itu mengocol, membuat kami terpingkal. Bayolan demi bayolan terlontar di rapat nonformal itu. Sembari menentukan yang akan berangkat di bulan itu. Nyatanya ada lima belas pemberangkat di musim rihlah ini.
            “Kita butuh orang lagi ni, buat pemenuhan pemanduan. Pasti satu pemandu bakal berangkat tiga sampai lima kali. Tapi kalau nambah lima orang lagi pasti serempak tiga kali pemberangkatan. Itu adil kan?” usulnya membuat aku terbayang pada sosok-sosok teman ku yang sedari kemarin tanya akan kerjaan.
            Rapat itu santai-santai serius, dengan cemilan suguh pemikiran. Dan tak terasa waktu melewati angka sembilan. Namun, rapat tak kunjung usai diploting.
            “Permisi, aku kan udah kena tiga pemberangkatan ni, berarti jatah aku diplotingan itu udah penuh, nah, aku ada temen yang bakal gabung, mungkin dua atau tiga. Untuk itu, aku mau ijin buat ngasih tau temen-temen ku itu yang sekarang ada di open house UKI Ilbud, nanti aku balik lagi bawa temenku itu. Diijinin ya?” ijinku, kemudian dengan lepas lega mereka mengijinkanku.
            Aku pun melaju ke kampus putih tempat open house itu berlangsung. Rupanya acara belum sama sekali dimulai. Di dalam ruangan baru duduk lima belas orang peserta.
            “Telat ya, mba?” basa basiku.
            “Eh, ga kok, masuk aja, ni isi dulu daftar hadirnya, terus ambil snack nya ya ..” ramahnya. Di kampus ini belum pernah aku temukan satu muka yang tak menyenangkan, rasanya teduh-teduh manusia rantau ini. Mungkin jauh dari orangtua faktor utama mereka tak berulah.
            Masih dalam keramahan yang tiada habisnya. Masuk ke dalam juga disambut dengan senyum-senyum ukhuwah. Kemudian langsung membaur bersama kawan-kawan yang memang sudah dikenal sangat kental, haha, satu kelas, sasindo.
            “Baru dateng, sya?” tanyanya.
            “Iya ni, abis ada urusan. Hehe.” jawabku. Kebetulan dia datang, dia yang sedari awal pertama kenal sudah menanyakan .. mbok ada kerjaan yang enak aku dikabarin ya .. kebetulan sekali mudah ditemukan.
            “Eh kamu masih pengin kerja?” awalku dulu, kemudian dia mengangguk dengan antusiasnya, “Oke, ini di Goen Tour bakal ada lima belas pemberangkatan. Dan di sana membutuhkan lima pemandu freelance .. gimana kamu mau gabung buat mandu?” jelasku langsung. Yang dituju itu pun segera mau dan mengajak yang lain. Yes, aku dapat dua teman dalam pemanduan ini.
            Open house itu dimulai, pembawa acara tampil sumringah tanpa ada beban, kemudian motivasi super dari kak Andi yang mempunyai mimpi membuat sekolah gratis untuk yatim, piatu, dan kaum tak mampu. Serta bermimpi mengikuti pertukaran pelajar yang melalang buana di belahan dunia mana pun.
            Hahay, sedari SMA aku juga sudah memimpikan hal tersebut, namun, belum kesampaian.
            Diakhir open house, anak-anak UKI memasakkan spesial untuk kami makanan yang super enak. Rica-rica ayam yang kata mereka, dimasak oleh mereka sendiri, percaya, aku percaya, soalnya dari cara potong ayamnya lucu-lucu, besar kecil-besar kecil, hehe.
            Setelah makan-makan ditutup dengan sholat dhuhur bersama. Dan aku membawa dua peserta open house itu untuk aku kenalkan dalam dunia kerja. Biar jadi mahasiswa tidak melulu belajar, namun, juga ada pengalaman dalam bekerja.
***
            “Kamu ikutan oprek UKI periode ini?” tanya Rose, membuat aku berpikir dua kali untuk ikutan rohis kampus kali ini. Aku sendiri, welcome dengan organisasi legal itu. Sudah ada ijin UKM di kampus dan mempunyai hak menghidupkan kerohanian islam di kampus putih ini.
            Terlintas dalam benak, nasehat guru-guru SMANRA, “Kalian kalau kuliah, harus hati-hati dengan organisasi islam, karena ada yang benar dan ada juga yang sesat. Kalau yang sesat pasti bahas-bahas syahadat kalian. Waspada, jangan sampai kalian masuk ke aliran yang sesat itu.” Wanti-wantinya. Terngiang kembali, dan berputar terus menerus.
            Akh, untuk apa berdebat dengan nasehat, jika hati sudah nyaman di organisasi islam ini. Coba bayangkan, mana solidaritas teman-teman yang lain ketika aku tertimpa masalah UTS. Mereka bahkan tak mau melihatku yang sedang gelisah. Bahkan pura-pura menganggapku tak ada di area kegelisahan. Kemudian yang aku lihat hanya mereka yang merelakan hatinya untuk memakmurkan masjid. Belia syar’i itu, dan tentunya mba Anis yang memang sedari awal sudah terlihat rela menolong agama Allah.
            “Pasti dong, aku udah regist juga kok, tinggal wawancara, nanti bareng ya.” jawabku antusias. Gadis yang lebih tinggi aku dan berkacamata itu pun mengiyakan. Seakan semua peran kekeluargaan di kampus putih ini, akan segera dimainkan.
***
            “Alhamdulillah, akhirnya Ilsya gabung sama UKI juga. Seneng banget rasanya Ilsya gabung.” sambutnya ketika langkahku kulengangkan menuju Mushola. UKI tak mendapat sekre seperti UKM yang lain, pasalnya UKI sudah identik dengan masjid dan mungkin pihak kampus mengira masjid adalah sekre UKI. Tak apa, nikmati saja memakmurkan masjid.
            “Iya, mba. Aku juga seneng gabung sama UKI. Okay, mba. Langsung aja kali ya, interview nya, aku habis ini masih ada kelas.” langsungku. Membuat belia syar’i itu kepo tentang aku.
            Oya aku lupa, belia syar’i itu, mba Azimah, dan mungkin akan lebih enak jika tetap kusebut belia syar’i dalam kisah ini, hehe.
            “Okay, motivasi kamu untuk ikut UKI itu apa?” responnya.
            “Ya, karena surat muhammad ayat sepuluh itu, barang siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan mengangkat derajadnya.” spontanku. Kemudian disambut dengan pertanyaan berikutnya, “Jika kamu dihadapkan dengan dua agenda, prioritas agenda mana yang kamu pilih, agenda UKI atau agenda UKM yang lain?”
            “Prioritas lebih banyak prosentase aku dibutuhkan dimana. Kalau di UKM itu rapatnya sudah menjelang hari H, aku bakal prioritaskan di UKM itu, tapi kalau UKI masih ada yang handle. Tapi kalau rapat UKI lebih urgent dan sangat membutuhkan aku, aku milih UKI, lihat sikon lah, mba.” jujurku.
            “Baik, mau di departemen apa ini? Pilih dua ya.” lanjutnya.
            “Ehm, mungkin passion aku dagang kali ya, aku pilih kewirausahaan sama bendahara.” pilihku. Menutup interview yang sebenarnya banyak pertanyaannya, hehe, lupa mereka nanya apa aja. Hudah.
***
            Di lain sisi, sebelum UKI merencanakan akan diadakan tekad – training kaderisasi, aku sudah keburu janji akan ikut bascame traning nya anak KOPKUN, macam koperasi yang dulu milik Unsoed, tapi kini sudah mandiri dan berdiri sendiri menjadi koperasi mandiri. KOPKUN juga sudah berdiri tiga gedung yang lumayan menggiyurkan keuntungannya. Haha, aku di KOPKUN juga memilih kewirausahaan.
            “Aduh, rasanya bersalah banget liat angkot biru yang bakal ngangkut anak-anak UKI ke tekadnya di Gandatapa.” Tapi aku juga tengah bersenang-senang ria di atas bak terbuka dengan teman-teman KOPKUN. Aku melewati mereka. Dan melaju kencang menuju KOPKUN 3 di teluk.
            Akh, sudahlah aku sudah janji duluan dengan anak-anak KOPKUN.
            Kami berangkat dengan riangnya. Bernyanyi-nyanyi dan berbanyol bersama. Bercanda ria dan sampai di tempat tujuan. Kemudian narsis ria dan diantarkan ke kamar yang sudah dipesan. Taraaa, pelajaran tentang koperasi akan aku dapatkan, paham lenin akan aku kepoin.
            “Koperasi itu modalnya orang. Bukan modal uang. Kalau uang mah bisa didapat. Dan kalau orang ga ada, pasti ga akan ada uang. Maka karena itu, koperasi bermodal orang.” jelasnya dengan santai. Aku suka training yang tak formal. Aku benci saya anda.
            “Nah, dalam koperasi ini yang dinaungi oleh KOPKUN adalah komite mahasiswa kopkun atau biasa disingkat KMK, didalamnya dibagi menjadi beberapa bagian, ada kewirausahaan, media, dan pendidikan. Dimana masing-masing bagian itu mempunyai tantangannya masing-masing. Dan jika ingin belajar di tantangan yang lain juga boleh banget untuk disalurkan. Anak media bisa belajar di kewirausahaan, dan sebaliknya.” terang pengelola KOPKUN tersebut.
            Kemudian, pemikiran kami diberitahu tentang paham-paham barat yang bersifat lebih mengedepankan sosial, dan aku lupa tokoh-tokoh yang mereka bicarakan. Yang aku ingat, mereka membahas tentang komunisme, sosialisme, dan liberalisme. Namun hanya sampai di mulut mereka. Otakku tak cukup kuat untuk mengerti apa pun tentang hal itu. Aku juga bingung ketika anak-anak UKI juga memberikan pengetahuan tentang mahzab-mahzab atau aliran-aliran tokoh islam, dan itu semua hanya sampai di bibir. Akh, aku akan menulis yang aku tau saja.
            Sama halnya di Kammi juga, di KOPKUN diajarkan debat tentang suatu hal. Jika di kammi dulu dibahas tentang syahadat, dan di KOPKUN ini dibahas tentang sesuatu yang terjadi di masyarakat. Seperti kenaikan BBM pro dan kontranya bagaimana.
            Dan pada malamnya, kami digiring ke atas bangunan kedua KOPKUN yang belum dirampungkan pengerjaannya. Melapang sehingga dapat dengan mudah menikmati alam semesta. Kami dikelompokkan dan disuruh menampilkan suatu pentas. Langsung saja, mencari yang mudah. Musikalisasi puisi yang membuat suatu gebrakan mahasiswa.
            Puisi kami tentang puisi cahaya lilin. Yang diterangi bersama sajak-sajak yang menguatkan, namun, lambat laun lilin-lilin itu mati karena kehilangan cahayanya, ditiup karena sebuah kegagalan. Kemudian hanya satu lilin yang masih menyala, kami sebut lilin harapan. Lilin harapan itu menjadi sumber untuk membuat lilin-lilin mati itu terang kembali.
            Wah, benar-benar pentas yang membuatku sadar akan harapan yang tak boleh sirna. Kemudian disambut dengan suara merdu dari kawan-kawan yang lain. Indah, suaranya. Dan benar-benar mengena di hati.
            Juga yang membuat kesalahan, diberi hukuman menari pinguin, meniru gerakan yang ada di laptop. Huh, capek nian kegiatan seharian ini. Akhirnya kami istirahat, dan bercerita banyak tentang apapun. Satu anggota bercerita tentang hantu-hantu di Kalimantan. Dan bersambung dengan cerita-cerita hantu yang lain. Kemudian lagi dan lagi. Sampai hantunya pun mengingatkan kami untuk segera memejamkan mata.
            Paginya berjalan-jalan bersama. Kemudian olahraga di sekitar KOPKUN. Dan terakhir membuat sebuah film pendek untuk mempromosikan koperasi serta selfie ria, aku bangga ikut koperasi. And the last end, kami tukar menukar hadiah tanda kami sudah menjadi sebuah keluarga baru. Keluarga baru di koperasi ini.
***
            Masih merasa bersalah karena lebih memilih KOPKUN daripada ikutan tekad UKI. Tapi sudahlah, semua sudah berlalu, toh, awalnya aku sudah kadung janji dengan anak-anak KOPKUN terlebih dahulu. Maaf ya.
            Tapi tak suram seperti yang dirasa di SMANRA. Kampus ini memiliki romansanya tersendiri. Air muka yang sudah matang saja. Seperti sudah sangat pandai dalam mengatur emosi. “Tak apa, sya. Itu kan pilihan.” Hibur Syeila yang tak mencecar aku ketika aku bertemu dengannya.
            Rose juga tak ikut tekad, dia malah sama sekali belum mendapatkan infonya. Dan aku yang sudah mendapatkan info malah sama sekali tidak menggubris. Maaf ya ..
            Segera sang DPO – dewan pertimbangan organisasi bersama dengan dewan formatur organisasi memberikan sebuah pengumuman di sekitar Mushola. Aku hanya manggut-manggut mendengarkan, “Okay, tak apa jika pengurus baru yang ini kemarin tidak ikut tekad, tapi nanti akan ada tekad susulan, dan yang belum ikut harus ikut, okay?” jelasnya.
            Kemudian diumumkan siapa menjadi apa, dan di tempatkan di departemen apa. aku menjelirit tulisan, mencari namaku ada di area yang mana. Dan rupanya, posisi kepala departemen untuk bagian kewirausahaan. Oh my God, aku? Serius aku? Tapi tatapannya seperti tak yakin terhadapku, sang belia syar’i itu meragukan aku sedari awal penempatan. Haduh, akan kubuktikan.
***
            Syuro atau rapat di UKI untuk divisi kewirausahaan yang beranggota hanya tiga orang, aku putuskan di PKM, supaya mudah untuk bertemu. Pasalnya ketiga anggota ini berasal dari jurusan yang berbeda. Aku, sasindo. Isti, sasjep, dan Aisyah, sasing. Justru beda jurusan yang akan menghasilkan pundi-pundi sebanyak mungkin. Hahay.
            “Okay, kita buat proker – program kerja terlebih dahulu. Ayo ada yang usul kita mau ngapain di kewirausahaan ini?”  ucapku. Lama menunggu, aku segera memancing semuanya, “Ayo, mungkin ada yang sebelumnya punya usaha atau udah jualan apa gitu?”  tanyaku sekali lagi.
            “Aku ada, tapi di Solo, itu usaha tekstil punya papaku. Tapi jauh banget. Sama online shop di BBM sama IG.” tanggap Aisyah yang memang hobi dengan bisnis-bisnis.
            “Aku juga udah mulai jual donat, buat kemarin si ada tekad UKI.” tambah Isti, menjadikan rapat ini lebih hidup lagi.
            “Okay, gini aja, aku juga ada jualan chanai. Jadi donat sama chanai kita gabung aja, kita nanti buka pasar di kantin-kantin yang ada di seluruh Unsoed ini, nah itu kita masukkan di proker snack to campus ya.” Usulku, disambut ya oleh keduanya. Setuju, proker pertama kita, snack to campus.
            And than, ketika kita melihat teman-teman sekelas kita kelaparan coz, di pagi hari dalam kos mereka tidak ada yang memasak apalagi jualan makanan utawa rames. Nah, melihat penderitaan anak kos itu, kita jadi mikir, bagaimana kalau kita jualan nasi rames dari satu kos ke kos yang lain. Supaya sebelum ke kampus mereka bisa sumringah lagi, kan perutnya udah terisi, hehe. Okay, proker kedua disetujui Nasi rames kos to kos.
            Terus, biasanya divisi kewirausahaan ngadain bazar buat menjual berbagai keperluan anak-anak kampus, terutama kebutuhan ilmu yang didapat dalam sebuah buku. Atau kita bisa memanfaatkan usaha tekstil milik papanya Aisyah untuk kita jual di bazar ini. Dan kami memutuskan untuk memasukan bazar pada proker ketiga kami.
            Dan terakhir, karena ketiga proker adalah usaha yang berjurnal dagang. Dan dalam akuntansi yang kita dapat semasa SMA jurusan IPS itu, juga terdapat jurnal jasa. Maka kami berpikir untuk mencari wirausaha yang berbau jasa. Masa nyalon, kaga cukup modal. Masa bengkel, kita cewe. Dan kita mikir lagi, kita mahasiswa, dan kita punya ilmu, bagaimana jika les privat saja, kan lumayan, tak ada modal awal dalam memulainya, hanya perlu tekad, keberanian, dan jasa. Okay, proker keempat dan menjadi proker penutup kami adalah les privat. Selesai juga bikin prokernya. Tinggal di acc sama forum, terus kita aksi deh, seriusan ini.
***
            Wah, proker-proker kami cepat sekali direspon oleh forum. Dan dengan mudahnya disetujui dengan modal awal seratus ribu untuk proker pertama. Plus Isti mendapat mandat, dia diberi uang dua puluh ribu rupiah dan harus membuahkan hasil sebesar seratus ribu rupiah, huh, ngempos mungkin dia.
            Aku ga ngerti, kenapa ini juga menjadi sebuah tanggung jawab kami. Ya, aku ngerti, memang kammi dan UKI bersaudara. Satu tubuh malah, tapi kenapa beban organisasi sebelah juga harus dipikulkan kepada kami. Huh, aku bingung. Semangatku luntur. Apa benar UKI juga masuk ke aliran kammi yang kalian tahu diusung oleh sebuah pergerakan partai politik.
            Tersendat oleh pemikiran yang membuatku berkinerja dangkal. Haduh, kenapa harus ada beginian. Toh, proker yang sudah kami susun harusnya berakhir dengan hasil yang cemerlang. Akh, sampingkan berat sebelah ini. Aku harus membuktikan bahwa kewirausahaan juga bisa temereng.
            Aku dan Isti sudah bersiap untuk melobi pedagang kantin untuk berkonsinyasi menitipkan dagangan kami. Aku membawa chanai yang biasa kujajakkan di kelas. Dan Isti membawa donatnya. Para pedagang itu, diberi sample ijin untuk mengatakan, “Silakan, kalian bisa menitip dagangan anda di sini.” harap kami.
            Di mulai dengan Faperta, fakultas pertanian, kami masuk ke dalam lingkungan hijau yang serba dengan tanaman. Tapi jarang sih aku temui tanaman padi atau jagung, lebih sering kutemui tanaman dalam pot. Iya lah, itu kampus .. masa mau nyawah di kampus, haha.
            Aku dan Isti menego, kemudian basa-basi dan melucu. Ternyata ketidak-formalan kami adalah kunci mereka memberi ijin titip barang. Yes, pertanian okay.
            Kemudian beralih ke dekat kantin Faperta, kantin Fabio, fakultas biologi. Langsung aku tuju pedagang yang ramah pada kami. Sedari awal, pedagang itu, sudah melempar senyum pada kami. Kami memberikan chanai tersebut, dan hap-hap-hap, dia mengatakan, “Besok pagi ya mba, taruh saja di kantin ini.” setujunya.
            Tak cukup dua kantin saja, kami coba ke kampus depan. Kampus yang kata anak-anak si, tempatnya mobil-mobil mewah pada iri-irian, maksudnya bu .. iyalah, pasti satu bawa mobil bagus, besoknya temennya pasti menterengin mobil mewah, begitu seterusnya. Itu katanya sih, kami yang di kampus belakang ya cuma baru denger belum buktiin.
            Memarkir di Fisip, agaknya PD kami sedikit canggung, pasalnya kantin Fisip selalu ramai, dari pagi sampai sore, dan siangnya kami beranikan untuk melobi pedagang di Fisip. Cara di Faperta dan Fabio. Basa-basi dulu, mengambil hati kemudian memberikan sample untuk mendapatkan ijin nitip dagangan. Tapi karena chanai yang dibawa adalah chanai akhiran, yang topingnya sudah acak-acakan disana-sini, segera mereka berkata, “Makanan kaya gini di Fisip ya ga laku.”
            “Tapi tadi topingnya ga kaya gini kok, beneran. Pasti laku di Fisip.” Rayu Isti. Sosok yang mungkin aku kenal juga ikut mendengarkan. Si kacamata itu, lagi-lagi dia. Tapi kenapa dia tak bergerak untuk membantu kami. Akh, chanai ini tertolak masuk ke kantin Fisip.
            Huh, tak terhenti sampai di situ, kami melajukan kendaraan kami menuju kampus dagang yang sebenarnya. Fakultas ekonomi. Segera menuju ke bursa ekonomi, tempat mahasiswa-mahasiswa menjajal usaha ekonominya di bursa tersebut. Aku dan Isti seperti disambut dengan ramahnya di sana. Karena pengurus bursa itu juga mahasiswa, jadi lumayan mudah untuk melobi di sana. Yes, chanai ini masuk ke FE. Tinggal aksi besok bagaimana akan menghasilkan sesuatu. Semangat!